Bahasa
Indonesia konon berasal dari bahasa Melayu yang ada di Provinsi Kepuluan Riau,
itu bisa dilihat dari sejumlah buku yang ditulis oleh pujangga, raja dan
masyarakat Kepulauan Riau tempo dulu yang menjadi tonggak bagi perkembangan
bahasa Indonesia.
Diantara
pujangga dari Kepulauan Riau yang menghasilkan karya atau buku fenomenal adalah
Raja Ali Haji (1808—1873) yang paling masyhur di antara kaum intelektual
Kepulauan Riau kala itu.
Raja Ali Haji
menulis dua buah buku dalam bidang bahasa (Melayu) yaitu Bustanul Katibin
(1857) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858). Dia juga menulis Gurindam 12 yang
berisi petuah, filsafat dan syair bagi manusia dalam menjalani hidup yang
sangat terkenal hingga ke seluruh dunia.
Penulis lain
yang juga sangat dikenal dari Kepulauan Riau yakni Haji Ibrahim yang menulis
lima buku tentang bahasa melayu yakni Cakap-Cakap Rampai-Rampai Bahasa
Melayu-Johor (dua jilid; penerbitan pertama 1868 dan kedua 1875, di Batavia).
Karya-karyanya yang lain ialah Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu, Hikayat Raja
Damsyik, Syair Raja Damsyik, dan Cerita Pak Belalang dan Lebai Malang.
Kemudian Raja
Ahmad Engku Haji Tua yakni ayahnda Raja Ali Haji menulis tiga buah buku,
pertama Syair Engku Puteri, kedua Syair Perang Johor, dan ketiga Syair Raksi.
Dia juga mengerjakan kerangka awal buku Tuhfat al-Nafis yang kemudian
disempurnakan dan diselesaikan oleh anaknya, Raja Ali Haji.
Sebagian
besar karya dari penulis Kepulauan Riau itu menjadi bahan pembentukan bahasa
Indonesia yang saat ini menjadi bahasa resmi negara dan hal itu menjadi
kebanggan tersendiri bagi masyarakat Kepulauan Riau.
Rasa bangga
itu terlihat jelas diri warga hingga saat ini yang ditunjukan dengan penggunaan
bahasa melayu Kepri dalam percakapan sehari hari, dan di kantor kantor
pemerintahan.
Kabag Humas
Pemko Batam, Yusfa Hendri mengatakan, sumbangan para pujangga dan penulis dari
Kepri tempo dulu bagi perkembangan bahasa Indonesia cukup besar dengan hasil
karya berupa buku buku tentang bahasa tersebut.
Oleh
karenanya, bahasa melayu Kepri yang ada pada jaman dulu hingga saat ini masih
tetap dipertahankan dan dijadikan bahasa pergaulan sehari hari warganya. Untuk
melestarikan bahasa melayu Kepri, pemerintah daerah senantiasa memfasilitasi
pertemuan ahli ahli bahasa dan pujangga melayu
Kepri dan
daerah lain seperti dari Riau dan provinsi lain di Sumatra serta Kalimantan
serta dari Malaysia, Brunai Darusalam dan Singapura.
Salah satu
acara yang selalu difasilitasi pemerintah daerah adalah kenduri seni melayu.
Acara tersebut merupakan pertemuan atau kenduri masyarakat melayu yang ada di
Indonesia dan negara lain.
Bahasa melayu
Kepri, menurutnya berbeda dengan bahasa melayu Malaysia atau Singapura karena
dialognya lebih kental ke bahasa Indonesia, hal itu menunjukan bahwa bahasa
melayu kepri sebenarnya menjadi tonggak bagi perkembangan bahasa Indonesia saat
ini.
Johan salah
seorang mahasiswa di Universitas Batam mengatakan, dalam percakapan sehari hari
dia dan temannya selalu menggunakan bahasa melayu Kepri dan dialognya tidak
jauh berbeda dengan bahasa Indonesia sehingga tidak terlalu sulit untuk
melafadkannya.
Menurutnya,
bahasa melayu memang harus dilestarikan karena bahasa menunjukan jati diri
warganya, sehingga agar jati diri tetap terjadi maka warganya harus
mempertahankan budaya seperti bahasa. Terlebih bahasa melayu merupakan bahasa
yang menjadi dasar bagi pembentukan bahasa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar